Tugas Makalah Psikologi Belajar

MAKALAH

PSIKOLOGI BELAJAR

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar.

Dosen Pengampu :

Fitri Amaliyah Batubara, S.Pd.I, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I

1.    Hayatul Munawaroh                  (1810110067)

2.    Ridha Alya                                  (1810110047)

3.    Wanda Hamidah                        (1810110023)

4.    Haffany Ayudhia                        (1810110164)

5.    M. Taufiq Rakhman Ginting    (1810110118)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM & HUMANIORA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN

2020

KATA PENGANTAR

 

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kami sampaikan kepada Allah SWT, yang telah memberikan karunia – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan ada pula isi makalah ini ialah “Psikologi Belajar”. Sebelumnya kami berterimakasih kepada Dosen Pengampu Ibu Fitri Amaliyah Batubara, S.Pd.I, M.Pd yang telah memberi tahu kami bagaimana cara membuat makalah ini dengan baik dan benar. Dan kami mohon maaf apabila makalah yang kami buat ini belum mencapai kata sempurna atau memiliki kesalahan dalam penulisannya.  Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari Ibu untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf sekiranya Ibu dapat memakluminya karena kami pun masih dalam tahap pembelajaran, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

 

 

 

                                                                                                Medan, 08 November 2020

 

                                                                                                           

Kelompok 1

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

COVER............................................................................................................................

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………...

DAFTAR ISI...................................................................................................................

                  

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

A. Latar belakang………………..................................................................................

B. Rumusan Masalah ………………...........................................................................

C. Tujuan………………..............................................................................................

 

BAB II PEMBAHASAN ..………………............................................     

A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Belajar.................................................     

B.     Tujuan Psikologi Belajar .……………………………………………………..…

C.     Manfaat Mempelajari Psikologi Belajar…………………….…………..……….

D.    Sejarah Perkembangan Psikologi Belajar ..………………………….………….

E.     Ayat – Ayat Tentang Psikologi Belajar………………………………………….

 

 

BAB III PENUTUP....................................................................................................     

A.       Kesimpulan............................................................................................................

B.       Saran ……………………………………………………………………………

 

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang

 

            Manusia adalah makhluk yang belajar. Maka untuk sampai pada derajat yang disebut belajar manusia harus mampu mengadakan atau mengalami perubahan – perubahan. Baik itu perubahan tiap individu ataupun bahkan secara global. Namun, perubahan - perubahan yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang baik, perubahan yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang memelihara alam semesta sesuai dengan mandat dari Allah SWT. Sehingga manusia harus mencari dan mencapai hakikat belajar sampai sedalam - dalamnya.

            Memasuki abad ke - 19 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.

             Sedemikian pentingnya sesuatu yang terdapat dalam belajar, hingga para ahli psikologi sampai melakukan penelitian yang begitu unik dan mungkin tidak terfikirkan oleh manusia biasa yang hidup tanpa berfikir kritis. Namun, penelitian mereka bukan berarti tidak bermanfaat atau memiliki kegunaan untuk penelitian selanjutnya, justru penelitian mereka terhadap binatang menjadi langkah awal untuk meneliti tentang bagaimana belajarnya manusia.

 

B.   Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan psikologi belajar?

2.      Apa tujuan psikologi belajar?

3.      Apa manfaat mempelajari psikolog belajar?

4.      Bagaimana sejarah perkembangan psikologi belajar?

5.      Apa saja ayat – ayat tentang psikologi belajar?

 

C.   Tujuan

1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah

2.      Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang “Psikologi Belajar”

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.   Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Belajar

1.     Pengertian Psikologi Belajar 

            Ditinjau dari segi ilmu bahasa, ‘psikologi’ berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘psyche’ yang di artikan “jiwa” dan kata ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’ (Mangal, 2008). Dua kata tersebut bila digabung menjadi ilmu jiwa, sehingga psikologi adakalanya terjemahkan menjadi ‘ilmu jiwa’. Jiwa sendiri sangat abstrak, sulit bagi manusia untuk memahami apa itu jiwa.

          Sudah berabad yang lalu para ahli memikirkan tentang jiwa, bagaimana wujudnya, bagaimana cara kerjanya, bagaimana hubungan jiwa dengan jasmani, namun belum ada jawaban yang dapat memuaskan banyak orang. Tepat sekali bila Al-Qur’an menegaskan bahwa jiwa (roh) hanyalah urusan Allah, manusia diberi pengetahuan tentang hal itu tetapi hanya sedikit. Tidak ada kata sepakat tentang hakekat jiwa terlihat dari pandangan para ahli yang sangat beragam.

          Filsuf Plato berpandangan bahwa jiwa adalah ide, sedangkan Hipocrates mengemukakan jiwa sama dengan karakter dan Aristoteles mengatakan jiwa adalah fungsi mengingat. Dalam perkembangan berikut mulai banyak pandangan tentang jiwa yang lebih spesifik. Rene Descartes seorang filsuf dari Perancis berpendapat bahwa jiwa adalah akal atau kesadaran, sedangkan filsuf Inggris George Berkeley menyatakan jiwa sama dengan persepsi. Sementara John Locke beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan ide yang disatukan melalui asosiasi (Mangal, 2008). Jiwa merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit untuk diamati,

            Ki Hadjar Dewantara misalnya memberikan pandangan tentang jiwa sebagai berikut :

1. Kekuatan yang menyebabkan hidupnya manusia.

2. Yang menyebabkan manusia dapat berfikir, berperasaan dan berkehendak (budi)

 

2.     Ruang Lingkup Psikologi Belajar

 

          Psikologi secara umum mempunyai ruang lingkup bahasan tersendiri yang berbeda dengan ilmu - ilmu lain. Psikologi belajar juga mempunyai ruang lingkup yang khas, yang berbeda dengan cabang psikologi lainnya. Psikologi sebagai ilmu,disamping mempelajari ilmu pengetahuan secara teoritis juga memaparkan kajian yang berisifat praktis, Psikologi teoritik adalah psikologi yang dipelajari apabila orang dalam mempelajari psikologi itu demi ilmu itu sendiri, tidak dihubungkan dengan persoalan praktik yang terjadi di lapangan. Yang termasuk psikologi teoritis antara lain psikologi perkembangan anak, psikologi remaja, psikologi, pendidikan psikologi belajar, psikologi sosial. Sedangkan yang praktis ini orang mencari jalan bagaimana dapat mempraktikkan psikologi untuk kehidupan sehari-hari. Seperti apa yang dikemukakan oleh Burtt : “....is designed especially for the reader who, having some familiarty with basic principles, may be interested in what psychology can contribute to practical problem, especially in the field of education, medicine, law and business”.(Burtt, 1959)

 

B.   Tujuan Psikologi Belajar

          Adapun tujuan dari psikologi belajar adalah Meneliti dan Menelaah tentang belajar dan permesalahnnya. Hal ini digunakan untuk memperbaiki permasalahan murid dalam bidang belajar. Psikologi Belajar bertujuan memberikan wawasan kepada guru mengenai karakter muridnya serta bagaimana cara muridnya belajar. Hal ini penting karena untuk kebaikan dan memberikan manfaat dalam pembelajaran.

            Selanjutnya psikologi belajar juga bertujuan memberikan solusi atau perbaikan atas masalah yang dihadapi murid dalam belajar, sehingga murid tidak kesulitan dalam menerima transfer ilmu dari guru dan melakukan pembelajaran dengan menyenangkan.

            Menurut Wahab, psikologi memiliki tujuan yang sama ataupun titik temu yaitu: pada perubahan tingkah laku, yang mana pendidikan merubah perilaku manusia dari satu taraf perkembangan kepada taraf perkembangan berikutnya dan hal ini seiring dengan kajian psikologi pendidikan yang berkaitan dengan bagaimana upaya seseorang pendidik mempersiapkan diri guna memberikan perilaku pendidikan dan pembelajaran yang efesien dan efektif. Menurut Abu Ahmadi, psikologi bertujuan untuk memberi kesenangan dan kebahagiaan hidup manusia, dan orang yang ingin sukses dalam segala-galanya harus mengetahui dasar-dasar dari ilmu jiwa.

            Sedangkan menurut Dalyono, tujuan dari belajar antara lain: mengadakan perubahan dalam diri (kebiasaan buruk menjadi baik, sikap dari negatif menjadi positif), dapat memiliki keterampilan, serta menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.

            Tujuan mempelajari psikologi belajar yaitu agar dapat mengetahui tentang bagaimana proses belajar itu terjadi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilannya merupakan hal yang penting dimiliki oleh semua orang, terutama bagi para pendidik (guru) dan calon pendidik, diharapkan pengetahuan tersebut dapat membantu para pendidik dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar anak didik secara maksimal.[1]

            Dengan demikian dapat kita pahami bahwa tujuan dari mempelajari psikologi belajar adalah untuk merubah perilaku manusia melalui proses belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara yang tepat, mudah dan menyenangkan.

C.   Manfaat Mempelajari Psikologi Belajar

            Psikologi Belajar amat penting bagi setiap orang, akan sangat terasa betapa pentingnya pengetahuan tentang Psikologi Belajar itu, apabila seorang guru diserahi tanggung jawab sebagai pemimpin, baik pemimpin perkumpulan keagamaan, perkumpulan olah raga, kesenian, sekolah dan sebagainya. Semuanya itu akan kurang sempurna jika tidak dilengkapi dengan psikologi, agar dapat melaksanakan kepemimpinan itu dengan sebaik - baiknya. Sebab dalam menjalankan kepemimpinan itu kita akan dihadapkan kepada pertanyaan - pertanyaan seperti, bagaimana seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya, supaya dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama? Bagaimana pula kita mempengaruhi mereka agar dapat bekerja untuk mencapai tujuan dan hasil yang baik? Bagaimana cara - cara melayani mereka yang berlainan sifat, watak dan kepribadiaannya? Sesuaikah sikap dan tindakan kita sendiri terhadap kelompok dan anggota - anggota yang kita pimpin itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dapat dijawab dengan mudah, jika didasarkan atas pengetahuan psikologi dan pengalaman - pengalaman praktek dalam kependidikan.

            Dari ilustrasi di atas semakin jelas kiranya bahwa pengetahuan psikologi dan khususnya Psikologi Belajar, amat berguna bagi setiap manusia. Adapun manfaat Psikologi Belajar sebagai berikut :

1.      Meletakkan tujuan belajar

2.      Mengatur kondisi - kondisi belajar yang efektif

3.      Mencegah terjadi dan berkembangnya gangguan - gangguan mental dan emosi

4.      Mempertahankan adanya kesehatan jiwa yang baik

5.      Mengusahakan berkembangnya daya mampu dan daya guna dari kondisi jiwa sehat yang ada

6.      Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar

7.      Membantu setiap siswa/siswi dalam mengatasi masalah - masalah pribadi yang dihadapi

8.      Mengenal dan memahami setiap siswa/siswi baik secara individual maupun secara kelompok.

            Chaplin (1972) menitikberatkan manfaat atau kegunaan mempelajari Psikologi Belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode yang telah disusun secara rapi dan sistematis. [2]

            Kemudian Lindgren (1985) berpendapat bahwa manfaat mempelajari Psikologi Belajar ialah untuk membantu para guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai proses pembelajaran.[3]

            Secara umum manfaat dan kegunaan Psikologi Belajar menurut Muhibinsyah (2003:18) bahwa Psikologi Belajar merupakan alat bantu yang penting bagi penyelenggara pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Psikologi Belajar dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak bagi guru, konselor, dan juga tenaga profesional kependidikan lainnya dalam mengelola proses pembelajaran.[4]

            Sedangkan proses pembelajaran tersebut adalah unsur utama dalam pelaksanaan setiap sistem pendidikan. Manfaat dan kegunaan Psikologi Belajar juga membantu untuk memahami karakteristik murid apakah termasuk anak yang lambat belajar atau yang cepat belajar, dengan mengetahui karakteristik ini diharapkan guru dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran secara optimal. Misalnya, ketika seorang guru mengajar matematika pada siswa/siswi kelas I MI kemudian ada salah seorang muridnya yang selalu jalan-jalan dan mengganggu temannya, maka seorang guru harus tanggap dan menelusuri karakteristik muridnya, mengapa dia berbuat seperti itu, apakah dikarenakan dia sudah faham dengan materi tersebut atau sebaliknya.

 

D.   Sejarah Perkembangan Psikologi Belajar

 

        Sebelum lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri, psikologi sangat kental dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan alam. Psikologi saat dipengaruhi oleh filsafat, seperti  Rane Descartes memandang  manusia sebagai mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yakni “jiwa dan raga”. Hubungan antara jiwa dan raga mempengaruhi sebab adanya kelenjar pinealis yang terdapat didalam otak. Namun, pada saat psikologi berada dibawah pengaruh ilmu pengetahuan alam, psikologi diterangkan secara kausal, dan fsikologi dihubungkan dengan fisiologi.

            Psikologi mulai menampakkan perkembangan dan kemajuan yang agak pesat ketika awal abad XIX. Pada waktu itu, banyak ahli yang aktif melakukan penelitian dibidang fisika, fisologi dan kimia yang dihubungkan dengan reaksi-reaksi manusia pada kondisi tertentu. Perkembangan psikologi yang modern ketika itu sangat erat kaitannya dengan eksperimen-eksperimen yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman inderawi (sensasi).

          Psikologi mulai mandiri dan berdiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun 1879, yang dipelopori oleh Wilhelm Wundt yang merupakan seorang yang berkebangsaan jerman. Beliau banyak melakukan eksperimen tentang proses-proses kesadaran, meliputi pengindraan dan perasaan. Oleh karena itu, beliau mendefinisikan psikologi sebagai Wundt dalam eksperimennya menyelidiki tiga masalah  utama yang menjadi perhatiannya, yaitu;

1)   Proses kesadaran dan unsur-unsur yang membentuknya,

2)   Cara unsur - unsur itu saling berhubungan,

3)   Menentukan hukum atau aturan dari unsure-unsur tersebut.

 

         Teori Wundt, didasarkan pada teori atom dalam ilmu kimia, Wundt beranggapan bahwa mempelajari psikologi telah menyangkut unsure-unsur dasar atau atom-atom terhadap dasar pengalaman mental manusia, dalam eksperimennya Wundt menggunakan metode intropeksi dalam menentukan dan menganalisa unsur-unsur pengalaman manusia. Beliau sangat memusatkan perhatiannya pada proses persepsi, sensasi dan pengalaman mental manusia terhadap rangsangan-rangsangan yang diterimanya, hal ini dilakukannya mengetahui cara atu proses berfikir manusia.

         Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Peztolozi, Herbart, Frobel, dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan mempsikologikan pendidikan yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan tingkat bahan yang diajarkan dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan peserta didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan ”bahasa”  psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan  adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kpribadian melalui perkembangan sendiri, aktivitas dan kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbert bahkan telah menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pekajaran berturut-turut: persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi, dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada  zaman itu belum berdiri sebagai pengetahuan yang otonom.

         Akhir abad 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dan hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terenallah Kurva daya ingatan, yang menggambarkan bahwa kemampuan mengingat mengenai sejum;ah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.

         Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi pelajar, yang dirasa semakin menurun, pertanyaannya yang ingin di jawab, apakah prestasi belajar itu hanya tergantung pada rajin atau malasnya si pelajar, ataukan ada factor kejiwaan atau mental yang memegang peranan. Maka untuk memcahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli Psikologi yang bernama Alfred Binet, dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang berbentuk dalam sebuah tes baku untuk mengetahu intelegensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan intelegensi. Tes intelegensi ini sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi-revisi berkali-kali untuk mendapat tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang  Amerika. Diantara para ahli yang mengambil  bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan sebagainya.

         Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang di Amerika yang  belajar di Leipzig kepada Wundt akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu dinegaranya, termasuk psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di  Amerika misalnya Charles H. Judd, E.L. Thomdike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang itu sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat.  Menurut seorang pakar psikiater dan psikologi di Amerika yang bernama Perry London, yang telah meneliti tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa-jasa psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah: 25% tenaga pendidik, 25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau  pakar yang lain.     Ada empat aliran besar psikologi belajar, yakni empirisme,  strukturalisme, fungsionalisme, dan behaviorisme.

1.      Empirisme

a.       Aristoteles

1.      Perilaku belajar diperoleh dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.

2.      Bagaimana pikiran bekerja: sebuah ide akan berasosiasi dengan ide lainnya, lalu berbentuk pemahaman. Jika asosiasi telah berbentuk, maka sebuah ide akan mengaktifkan memori mengenai aspek-aspek lain mengenai ide tersebut. Asosiasi memungkinkan pikiran kita memahami ide-ide yang kompleks.

Empat hukum Asosiasi:

a.       Hukum Kesamaan: jika dua benda serupa, maka pikiran kita akan cenderung ingat pada benda lainnya ketika melihat salah satu benda tersebut.

b.      Hukum Kontras: kita juga cenderung mengingat sesuatu yang berlawanan.

c.       Hukum continuity: benda atau kejadian yang terjadi secara berdekatan satu sama lain, secara waktu atau lokasi, akan dihubungkan oleh fikiran.

d.      Hukum Frekuensi: makin sering dua benda atau kejadian dihubungkan, makin kuat pula asosiasi diantara keduanya.

b.         Rene Descartes

Adanya dualisme pikiran dan tubuh. Dalam dualisme tersebut terdapat dua komponen, yakni;

a.       Aktivitas Involuntary: reaksi otomatis terhadap stimulus dari luar tubuh.

Contoh; reflex menarik tangan dari panci panas.

b.      Aktivitas Voluntary: aktivitas dari niat seseorang untuk bertindak

Contoh: ingin makan lalu mengambil makanan keduanya saling berkaitan dan berkoordinasi, sehingga berbentuk dualisme yang membentuk tindakan.

2.      Strukturalisme

     Tokoh utamanya adalah Edward B. Titchener. Struktur pikiran dapat diuraikan berdasarkan elemen dasar pembentuknya (emosi, pengalaman sensoris, pengalaman sadar atau tidak sadar). Metode intorpeksi: individu menggambarkan fikiran sadar, emosi, dan pengalaman sensoris dirinya.

3.      Fungsional

     Tokoh utamanya adalah William James. Pikiran manusia membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Maka belajar merupakan proses adiktif.

4.         Behaviorisme

     Pendekatan psikologi yang terfokus pada studi pengaruh lingkungan pada prilaku yang teramati, bukan prilaku berfikir yang tidak dapat diamati secara langsung. Tokoh utamanya adalah John Waston.

Lima teori besar dalam behaviorisme:

a.    Metodelogi behaviorisme Waston

        Menolak adanya kejadian internal, seperti ikiran atau perasaan yang tidak dapat diamati secara langsung.

b.   Neobehaviorisme Hull

      Adanya kejadian interaldalam hubungan antara lingkungan dan prilaku.

c.       Teori kognitif Kolman

      Adanya aktivitas mental, seperti ekspetasi, dalam hubungan antara lingkungan dan prilaku.

d.      Teori belajar sosial Bandura

      Menekankan pembelajaran observasional, dan adanya interaksi timbal balik.

e.          Behaviorisme radikal Skinner

      Memandang bahwa kejadian internal adalah tingkah laku pribadi seseorang yang tetap akan tunduk pada hukum belajar yang merupakan tingkah laku public, atau yang dapat diamati secara langsung oleh orang lain.

 

E.   Ayat – Ayat Tentang Psikologi Belajar

1.        Definisi Belajar

      Belajar adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons yang terjadi dalam proses belajar mengajar, yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh Selain itu belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.[5]

      Sedangkan dalam Al-Qur’an, kata Ta’allama atau Darasa memiliki arti belajar atau dengan kata lain “yang mempelajari”. Salah satunya bisa kita temukan dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 105 yang berbunyi :

وَكَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ وَلِيَقُولُواْ دَرَسۡتَ وَلِنُبَيِّنَهُۥ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ١٠٥

Artinya: Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat kami supaya (orangorang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli Kitab)", dan supaya kami menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.

 

      Selain itu, terdapat beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh beberapa tokoh psikologi, diantaranya:

1.  Gage dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman fisiknya.

2.  Slavin menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Rumusan diatas berangkat dari pandangan para Behavioris seperti J.B Watson dan F.B Skinner. Pandangan yang berbeda muncul dari aliran psikologi Kognitif seperti Jean Piaget dan Jhon Anderson, dimana mereka beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses yang sifatnya internal, tidak dapat di amati secara langsung. Suatu perubahan dalam kemampuan individu merespon terhadap situasi-situasi tertentu. Perubahan pada perilaku yang nampak merupakan refleksi dari perubahan yang sifatnya tidak nampak. Dari beberapa pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu:

Pertama, belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Perilaku mengacu pada suatu tindakan atau berbagai tindakan. Perilaku yang tampak (overt behavior) seperti berbicara, menulis, menulis, dan lain-lain.

Kedua, Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Pengalaman dalam pengertian belajar dapat berupa pengalaman fisik, psikis, dan sosial. Oleh karena itu perubahan perilaku yang disebabkan oleh factor adaptasi penginderaan, dan kekuatan mekanik, misalnya, tidak dipandang sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman.

Ketiga, perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Oleh karena itu apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa belajar itu ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior), adanya perubahan perilaku relative permanent yang berarti bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang sifatnya tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung karena perubahan itu sendiri bersifat potensial, perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan hasil latihan atau pengalaman, dan belajar yang didapat dari pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.

 

2.  Prinsip Belajar

Banyak sekali prinsip belajar yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, misalnya prinsip belajar yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah diantaranya: Prinsip bertolak dari motivasi, prinsip pemusatan perhatian, prinsip pengambilan pengertian pokok, prinsip pengulangan, prinsip yakin akan kegunaaan, prinsip pengendapan, prinsip pengutaraan kembali hasil belajar, prinsip pemanfaatn hasil belajar, serta prinsip menghindari gangguan.[6]

Sedangkan Ustman Najati membagi prinsip belajar diantaranya: motivasi, pengulangan, perhatian, berperan aktif, alokasi waktu, serta bertahap dalam merubah perilaku. Masih banyak lagi tokoh yang mengemukakan mengenai prinsip belajar, meskipun bahasa yang digunakan berbeda namun pada intinya sama. Sehingga setelah membaca beberapa prinsip yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, pemakalah mencoba menarik benang merah dari beberapa prinsip tersebut yaitu:

a.       Niat.

            Niat memiliki peranan yang sangat penting dalam memacu untuk selalu sabar dan tetap semangat dalam belajar. Dalam Islam, niat juga menjadi penentu terhadap nilai dari Allah dari setiap perbuatan. Maka jika belajar sudah diniati semata-mata untuk beribadah kepada Allah dan ikhlas dalam menjalankannya, insha Allah akan lebih siap menerima pelajaran yang akan diberikan, baik kesiapan itu berupa kesiapan fisik maupun psikis. Dalam ilmu psikologi, niat sepertinya tidak menjadi bagian dari pada proses belajar.

b.      Motivasi

            Motivasi dalam belajar sangat dibutuhkan, karena jika motivasi belajarnya sangat kuat maka seseorang akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Al-Qur’an menggunakan beberapa cara untuk memotivasi manusia agar belajar. Pertama, dengan menggunakan janji sekaligus ancaman. Terdapat banyak sekali ayat Al-qur’an yang bernada ancaman, salah satunya yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Thaaha: 74 yang berbunyi:

 

إِنَّهُۥ مَن يَأۡتِ رَبَّهُۥ مُجۡرِمٗا فَإِنَّ لَهُۥ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحۡيَىٰ ٧٤

Artinya: Sesungguhnya Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan berdosa, Maka Sesungguhnya baginya neraka Jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.

            Akan tetapi dalam Al-Qur’an, Allah tidak hanya mengancam dengan ancaman pedihnya neraka Jahannam, karena tidak akan cukup membuat seseorang berubah jika hanya diberi ancaman seperti itu. Maka Allah juga berjanji dengan menjanjikan kenikmatan surga, salah satu janji akan kenikmatan surga Allah bisa kita temukan dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 82 yang berbunyi:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٨٢

Artinya: Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.

 

Kedua, motivasi yang ada dalam Al-Qur’an berupa cerita. Cerita atau kisah yang berhubungan dengan kejadian terutama peristiwa sejarah banyak sekali dalam Al-Qur’an yang bisa kita temukan. Hal tersebut dimaksudkan agar manusia bisa belajar dari setiap peristiwa yang terjadi di masa lalu dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Dari sekian banyak kisah tersebut oleh Allah dijadikan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, seperti nama-nama surat al-Qur’an, misalnya Ali ’Imran, al-Maidah, Yunus, Hud, Nuh, Kahfi, al-Naml, al- Nur, al-Jinn dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik dalam psikologi. Semakin banyak pilihan yang dihadapkan dengan tanggung jawab personal maka motivasi belajar yang bersifat intrinsik akan semakin meningkat.[7]

 

c.       Reward (Hadiah) dan Punnishment (Hukuman)

            Reward memiliki arti balasan atau ganjaran yang juga memiliki posisi penting dalam rangka memotivasi seseorang untuk melakukan hal yang positif.Istilah reward yang sering digunakan al-Qur’an adalah tsawab dan al-ajru yang berarti ganjaran atau pahala. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan balasan atas perbuatan baik seseorang dalam kehidupan iniatau di akhirat kelak. Seorang pendidik diharapkan mengikuti nilai-nilai dalam memberikan ganjaran agar proses belajar bisa berlangsung efektif. Ketika berbicara tentang reward, maka kita juga akan bertemu dengan istilah punishment.

            Dalam Islam, hukuman, teguran atau nasihat hanya diberikan ketika anjuran-anjuran yang diberikan tidak dilaksanakan. Karena terkadang sebagian peserta didik masih saja tetap melakukan perbuatan yang dilarang, walaupun sudah diberitahu. Akan tetapi walaupun demikian, Ibnu Khaldun memberikan ramburambu bahwa guru hendaknya tidak menggunakan hukuman yang keras dalam proses belajar mengajar. Ia mengingatkan: ”Hukuman yang keras di dalam pengajaran ta’lim, berbahaya bagi murid, khususnya bagi anak-anak kecil. Karena tindakan tersebut dapat menyebabkan kebiasaan buruk bagi anak didik, kekerasan membuka jalan ke arah kemalasan dan keserongan, penipuan serta kelicikan.

            Kecenderungan-kecenderungan ini kemudian menjadi kebiasaan dan watak yang berurat akar di dalam jiwa. Orang-orang semacam itu akan menjadi beban orang lain sebagi tempat berlindung. Jiwa menjadi malas dan enggan memupuk sifat keutamaan dan keluhuran moral. Pemberian reward dan punnishment dalam psikologi hampir memiliki kesamaan dengan Islam. Reward dalam psikologi haruslah bersifat wajar dan sesuai dengan prestasi yang didapatkan. Sedangkan punnishment dalam psikologi diberikan kepada seseorang yang sedang belajar yang mengganggu hak-hak dan keselamatan orang lain. Terdapat beberapa hukuman yang efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran, diantaranya teguran secara verbal dan skorsing sementara. Sedangkan bentuk hukuman yang tidak efektif bisa berupa hukuman fisik, DO (drop out), mempermalukan seseorang, dll.

 

d.      Pembagian Waktu Belajar

            Pembagian waktu belajar disini maksudnya ialah terdapat jeda didalamnya. Artinya belajar tidak dalam tekanan waktu yang sifatnya terus menerus, peserta didik harus diberi peluang untuk istirahat agar tidak terjadi kebosanan. Kita bisa melihat fakta sejarah tentang turunnya Al-Qur’an yang tidak diturunkan sekaligus. Ini berarti untuk memudahkan terhadap proses hafalan dan mengingat umat Islam pada zaman dahulu. Hal tersebut telah diisyaratkan sendiri oleh Allah dalam firmannya yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 106:

وَقُرۡءَانٗا فَرَقۡنَٰهُ لِتَقۡرَأَهُۥ عَلَى ٱلنَّاسِ عَلَىٰ مُكۡثٖ وَنَزَّلۡنَٰهُ تَنزِيلٗا ١٠٦

Artinya: Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

 

            Rasulullah sendiri menerapkan pembagian waktu dalam mengajarkan materi agama kepada para sahabatnya. Hal ini dimaksudkan agar para sahabat tidak merasa bosan. Hal tersebut dikatakan oleh Abdullah ibn Mas’ud :

“Nabi shallaahu ’alaihi wa sallam senantiasa mencari waktu yang tepat untuk menasehati kami karena khawatir akan menimbulkan rasa bosan  pada diri kami”. (HR. Bukhari).[8]

            Selain adanya pembagian waktu belajar, istilah “timing” dalam psikologi sangat penting. Artinya waktu yang digunakan adalah waktu yang tepat. Karena hal tersebut juga akan mempengaruhi terhadap kualitas penyimpanan materi dalam memori.

e.       Pengulangan

            Hal yang terpenting dalam prinsip belajar ialah bagaimana menjaga dengan baik materi yang telah didapatkan dari belajar. Untuk memeliharanya maka salah satunya ialah dengan melakukan pengulangan terhadap materi yang telah diperoleh agar lebih sempurna.  Pengulangan secara continue sangat penting dilakukan oleh pendidik. Maka dari itu untuk menghindari kejenuhan terhadap isi materi, penyampaiannya harus bervariasi karena jika tidak demikian kemungkinan besarnya peserta didik akan jenuh dengan isi materinya dan akan mengakibatkan sirnanya pengetahuan yang telah didapatkan. Pengulangan dalam psikologi memiliki hubungan erat dengan proses penyimpanan dalam memori jangka panjang seseorang. Semakin sering seseorang melakukan pengulangan selama beberapa pekan, bulan atau tahun, maka idealnya dalam berbagai konteks orang-orang dari segala usia maka mereka akan mampu mempelajari dengan baik dan mengingatnya lebih lama.

 

f.       Berperan Aktif

            Belajar akan lebih baik dan lebih cepat kalau terdapat partisipasi aktif dari pelajar dalam proses pembelajaran. Partisipasi aktif ini dapat diwujudkan dengan praktek ilmiah ataupun adanya hubungan timbal balik antara peserta didik dengan pendidik. Dengan demikian, materi yang disampaikan kemungkinan besar dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, sehingga bisa dipastikan ia mampu menguasainya. Dalam Al-Qur’an terdapat aplikasi dari beberapa prinsip mengenai peran aktif, seperti berwudhu dan menunaikan shalat lima waktu. Hal tersebut mengajarkan kepada manusia untuk selalu berperilaku bersih dan teratur.

 

 

g.      Bertahap

            Belajar secara bertahap sangat diperlukan dalam merubah perilaku manusia yang sudah mendarah daging dan sulit dirubah secara instan. Dengan pentahapan dalam belajar, akan memudahkan peserta didik dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Karena manusia itu mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga materi yang diberikan harus mengikuti fase-fase pertumbuhannya tersebut. Sangat penting bagi pendidik untuk mengetahui tahapan perkembangan seseorang, khususnya berkaitan dengan pendidikannya. Ini mengandung artian bahwa pengajaran pada seseorang haruslah dilakukan sesuai dengan tingkatan dan usia perkembangannnya, jika pengajaran dilakukan pada anak-anak maka harus dilakukan pada tingkat yang tidak terlalu sulit dan terlalu menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan.[9]

 

h.      Perhatian

            Manusia tidak akan dapat mempelajari sesuatu kalau ia tidak berkonsentrasi. Maka konsentrasi merupakan unsur yang penting juga dalam proses pembelajaran. Tidak heran kalau para pengajar selalu membangkitkan konsentrasi belajar para peserta didik dengan harapan mereka mampu menguasai materi yang disampaikan. Konsentrasi dalam Islam secara implisit berasal dari perintah Allah untuk khusyu’ ketika shalat. Khusyu’ menurut pengertian bahasa adalah tunduk, rendah dan tenang. Maka khusyu’ berarti keberadaan hati di hadapan Rabb dalam keadaan tunduk dan merendah yang dilakukan secara bersamaan.

            Pendidik dituntut untuk selalu memusatkan perhatian peserta didik terhadap materi yang disampaikan. Maka dari itu untuk membuat peserta didik tetap konsentrasi maka bisa dengan mengajukan pertanyaan, menggunakan media yang menarik, bercerita, dll.Al-Qur’an telah membahas pentingnya perhatian dalam pemahaman pembelajaran. Hal tersebut disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Muzammil ayat 6 yang berbunyi:

 إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِيَ أَشَدُّ وَطۡ‍ٔٗا وَأَقۡوَمُ قِيلًا ٦

Artinya : Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.

 

Bangun dari tidur maksudnya ialah kondisi tubuh dan jiwa yang fresh akan membuat perhatian manusia terhadap kandungan Al-Qur’an dalam memahaminya.Perhatian sangat berkaitan dengan kognitif seseorang. Menurut Posner dan Boies sebagaimana dikutip oleh Edward E. Smith dalam bukunya psikologi kognitif memiliki tiga komponen yakni orientasi terhadap kejadian sensorik, mendeteksi sinyal untuk memfokuskan pemprosesan,dan mempertahankan kewaspadaan dan kesiagaan. Dalam Islam maupun dalam ilmu psikologi, perhatian sangat ditekankan karena perhatian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kognitif seseorang, walaupun ada yang mengatakan bahwa perhatian terjadi secara alamiah dan tanpa usaha sehingga sulit untuk dideteksi. Sedangkan dalam psikologi, prinsip-prinsip belajar itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung (berpengalaman), pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.

 

i.        Perhatian dan Motivasi

            Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpaadanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaranakan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang di butuhkan, di perlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan seharihari,akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. “Motivation is the concept we use when we describe the force actionon or within an organism to initiate and direct behavior” demikian menurut H.L. Petri.

            Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan.

            Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya. Motivasi juga di pengaruhi oleh nilai-nilai yang di anut akan mengubah tingkat laku manusia dan motivasinya. Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi juga di bedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang di lakukan. Sedangkan, motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yangdilakukannya tetapi menjadi penyertanya.Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat internal maupun eksternal, walaupun lebih banyak bersifat eksternal. Motif ekstrinsik dapat juga berupa menjadi motif intrinsik yang disebut “transformasi motif ”.[10]

 

j.        Keaktifan

            Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa di paksakan eloh orang lain dan juga tidak bisa di limpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan, bahwa belajar adlah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri,guru hanya sekedar pembimbing dan pengarah.Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan tranformasi.

            Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah di perolehnya. Dalam proses belajar-mengajar anak mampu megidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Thornidike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of excercise” –nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latiha-latihan. Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial” Dalam proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu braneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegaiatan psikis yang susah diamati.

 

k.      Keterlibatan Langsung (Berpengalaman)

            Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siwa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab trehadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan lansung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “Learning by doing”-nya.

            Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik, individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan di artikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan engan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihanlatihan dalam pembentukan ketrampilan.

 

l.        Pengulangan

            Teori Psikologi Daya menerangkan bahwa belajar adalah melatih daya daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.Seperti halnya pisau yang selalu di asah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.

            Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thorndike. Ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. Kalau pada koneksionisme,belajr adlah pembentukan hubungan stimulus dan respon maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja oleh stimulus.Tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan.

            Ketiga teori tesebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulanganuntuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk membentuk respon yang benar dan membentuk kebiasaan-kebiasaan.Walaupun kita dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar masih tetap diperluksn latiahan pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan.

 

m.    Tantangan

            Teori medan (Field Theori) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin di capai tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tesebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar talah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.

            Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan prinsip-prinsip, generalisai tersebut. Dan belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga siswa tinggal menelan saja kurang menarik bagi siswa Penggunaan metode Eksperimen, inkuiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh.Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hokum yang tidak menyenangkan.

 

n.      Balikan dan Penguatan

            Teori belajar Operant Conditioning dari B.F.Skinner. kalau pada teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang dipperkuat adlah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apalagi, hasil yang baik akn menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F.Skinner tidak saj oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negative dapat memperkuat belajar.

 

o.      Perbedaan Individual

            Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifatsifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatiakan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem penidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani, penggunaan media intruksional akan membantu melayani perbeaan-perbedaan siswa dalam belajar. Usaha lain untuk pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai,dan memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil di dalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.

3.     Aktifitas Belajar

            Yang dimaksud dengan aktifitas belajar disini ialah keterlibatan indera atau raga dalam hal menopang proses belajar. Apalagi belajar sudah berhubungan dengan belajar menulis, membaca, mengingat, praktek, dan lain sebagainya. Maka dari itu, aktifitas belajar meliputi mendengar, melihat, menulis, membaca, meringkas, menghafal, berfikir, praktek, dan kunjungan ilmiah.

a.       Mendengarkan

            Mendengar dalam bahasa Arab adalah istama’a yastami’u istima’an yang berasal dari akar kata sami’a. Mendengar merupakan salah satu aktifitas belajar, hal ini dikarenakan manusia oleh Allah diberi pendengaran dengan telinga sebagai alat untuk mendengarkan, terdapat banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang ini. Misalnya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 204 yang berbunyi:

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ٢٠٤

Artinya : Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik,dan perhatikanlah dengan  tenang agar kamu mendapat rahmat.

 

            Akan tetapi dalam islam ada larangan untuk mendengarkan, yakni dilarang mendengarkan hal-hal yang tidak mengandung manfaaat.

 

b.      Melihat

            Melihat bahasa arabnya ialah Bashar. Melihat merupakan salah satu aktifitas belajar yang bisa dilakukan oleh semua orang. Dengan melihat, individu mampu dengan mudah mengamati sesuatu, sehingga ia bisa menirunya atau belajar dari apa yang dilihatnya. Aktifitas ini sering dilakukan oleh anak kecil yang belajar dari melihat atau pun mengamati dari apa yang ia lihat. Akan tetapi tidak semua individu menjalankan fungsi yang sebenarnya sehingga menyesatkan mereka.

c.       Membaca

            Perintah Membaca (Qira’ah) merupakan perintah yang pertama kali disampaikan oleh Jibril kepada nabi Muhammad. Ini berarti bahwa membaca merupakan sesuatu yang penting dan mendapat penghargaan tinggi dalam Islam. Selain itu, tidak disebutkannya objek bacaan saat pertama kali turun perintah membaca, mengindikasikan bahwa membaca tidak hanya segala yang tertulis saja, akan tetapi kita diperintahkan untuk membaca segala sesuatu yang bersifat umum. Jika kita memahami bahwa belajar ialah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah salah satu jalan utama menuju ilmu pengetahuan tersebut.

d.      Menulis

            Menulis atau Kitabah dalam istilah arabnya, ialah kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktifitas belajar. Dalam mencatat disini tidak hanya sekedar mencatat, akan tetapi harus menunjang terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Ini berarti dalam kita tidak boleh menulis sembarangan karena akan mendatangkan kerugian baik material maupun pemikiran.

Aktifitas menulis secara eksplisit terdapat dalam Al-aqur’an surat Al-Alaq ayat 4 yang berbunyi:

 ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤

Artinya : Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

 

e.       Menghafal

            Menghafal merupakan salah satu aktifitas belajar dengan tujuan agar setiap apa yang dipelajari tetap teringat dalam fikiannya. Mengahafal memiliki kitan erat dengan mengingat, karena dengan menghafal akan mudah untuk mengingat dan mereproduksi pengetahuan jika sewaktu - waktu dibutuhkan.

f.       Berfikir

            Berfikir adalah bekerjanya kekuatan yang berusaha mencapai ilmu pengetahuan melalui bimbingan akal. Banyak sekali istilah dalam Al-Qur’an yang menyinggung aktifitas berfikir. Seperti nadzara, tadabbur, dll. Dengan berfikir, seseorang bisa menemukan sesutu hal yang baru atau paling tidak bisa mengetahui tentang hubungan sesuatu.

g.      Perjalanan Ilmiah

            Harus kita ketahui bersama bahwasanya sumber belajar tidak hanya berasal dari buku-buku yang sifatnya tertulis, akan tetapi bisa juga berasal dari fenomena alam, membaca manusia, membaca situasi masyarakat tertentu, dan sebagainya. Dalam Al-qur’an sering ditemukan istilah siiru yang berarti “berjalanlah kamu”. Hal tersebut dalam rangka mengobservasi, meneliti sehingga mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap yang dijumpai, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 137 yang berbunyi :

قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِكُمۡ سُنَنٞ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ١٣٧

Artinya : Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

h.      Praktek atau Tadrib

            Akan sangat mudah dan tepat saran jika belajar langsung di praktekkan. Hal inilah yang dilakukan oleh nabi Nuh ketika diperintah membuat bahtrera setelah sebelumnya mendapat perintah dari Allah SWT. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an surat Hud ayat 37-38:

وَٱصۡنَعِ ٱلۡفُلۡكَ بِأَعۡيُنِنَا وَوَحۡيِنَا وَلَا تُخَٰطِبۡنِي فِي ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ إِنَّهُم مُّغۡرَقُونَ ٣٧

Artinya: dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. dan mulailah Nuh membuat bahtera. dan Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek Kami, Maka Sesungguhnya Kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).

            Semua aktifitas belajar tersebut sebagian besar berhubungan dengan keberfungsian alat indera yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pertama, keterampilan intelektual (Intellectual Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali keterampilan keterampilan bawahan (yang sebelumnya), pembimbing dengan kata-kata atau alat lainnya, pendemonstrasian penerapan oleh siswa dengan diberikan balikan, pemberian review. Kedua, Informasi verbal (Verbal Information): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali konteks dari informasi yang bermakna, kinerja (performance) dari pengetahuan baru yang konstruktsi, balikan. Ketiga, Strategi kognitif (Cognitive Strategy/problem solving): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali aturan-aturan dan konsep-konsep yang relevan, penyajian situasi masalah baru yang berhasil, pendemonstrasian solusi oleh siswa. Keempat, Sikap (Attitude): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali informasi dan keterampilan intelektual yang relevan dengan tindakan pribadi yang diharapkan. Pembentukan atau pengingatan kembali model manusia yang dihormati, penguatan tindakan pribadi dengan pengalaman langsung yang berhasil

maupun yang dialami oleh orang lain dengan mengamati orang yang dihormati. Kelima, keterampilan motorik (Motor Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali rangkaian unsur motorik, pembentukan atau pengingatan kembali kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan, pelatihan keterampilan - keterampilan keseluruhan, balikan yang tepat.

 

 

 

 

 

BAB II

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

 

Dari paparan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Terdapat sinyal kuat dalam al-Qur’an atau hadis tentang belajar itu sendiri namun masih bersifat universal dan dibatasi oleh aturan - aturan dan ketentuan - ketentuan yang jelas. Maka dari itu psikologi kemudian mencoba memberikan alternatif dengan memberikan penguatan kepadanya.

            Manfaat dan kegunaan psikologi belajar merupakan alat bantu bagi penyelenggara pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Psikologi belajar dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak bagi guru, konselor, dan juga tenaga profesional kependidikan lainnya dalam mengelola proses pembelajaran.

            Belajar bukan hanya mengumpulkan semjumlah ilmu pengetahuan, melainkan lebih dari itu, karena berhubungan dengan pembentukan sikap, nilai, keterampilan dan pengetahuan. Sehingga siswa yang belajar dapat mengadakan reaksi dengan lingkungannya secara intelektual. Menyesuaikan diri untuk menuju kearah kemajuan dalam melakukan perbaikan tingkah laku sebagai hasil belajar, belajar membawa perubahan baik actual meupun potensial, perubahan itu didapatkan dari kecalapan baru, perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja.

 

 

 

B. Saran

 

Kita sebagai calon guru PAI harus mengetahui tentang psikologi belajar. Karena psikologi belajar dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak bagi para calon guru PAI dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2199/2/Psikologi%20Belajar%20pdf.pdf

Rohimalina Wahab, Psikolog Belajar, Palembang : Grafiko Telindo Press, 2014 

Oemar, Hamalik, Psikologi Belajar & Mengajar, Bandung CV, Sinar Baru, 19992

http://repository.uinmataram.ac.id/644/2/Psikologie%202%20Paket%201_Compressed.pdf

http://eprints.umpo.ac.id/4909/1/Buku%20Psikologi%20Belajar.pdf

https://id.scribd.com/document/374138164/Pengertian-Dan-Sejarah-Psikologi-Belajar

Syarifan Nurjan, 2015, Psikologi Belajar, Ponogoro wade Group.

Abdurrahman Saleh. 1994. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Bukhori. 1992. Shahih al-Bukhori, jilid 1; kitab ’Ilmu. Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah.

Davies, Ivor K.(penerjemah: Sudarsono S., dkk. 1987. Pengelolaan belajar, Jakarta: C.V. Rajawali dan PAU-UT.

Edward E. Smith, Stephen M. Kosslyn. 2014. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

John W. Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Jeanne Ellis Ormrod. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.

Ramayulis. 1994. ILmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Syaiful Bahri Djamarah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. RINEKA CIPTA

 

 



[1] Rohimalina Wahab, Psikolog Belajar ( Palembang : Grafiko Telindo Press, 2014 ), h. 1-2

2. oemar, Hamalik, Psikologi Belajar & Mengajar, ( Bandung CV, Sinar Baru, 19992

[3] Ibid

[4] http://eprints.umpo.ac.id/4909/1/Buku%20Psikologi%20Belajar.pdf (diakses pada 08 November 2020, pukul 12.43)

 

[5] Ramayulis, ILmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia. 1994), 123.

[6] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi....,95.

[7] Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Terj. M. Arifin dan

Zainuddin.(Jakarta: Rineka Cipta,1994), 205-206.

[8] Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang.

(Jakarta: Erlangga, 2008), 454.

[9] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan..., 545.

[10] Davies, Ivor K. (penerjemah: Sudarsono S., dkk. Pengelolaan belajar, (Jakarta: C.V. Rajawali

dan PAU-UT, 1987), 120.


Komentar